Disclaimer | Kebijakan Privasi | Aturan dan Tata Tertib
   
  Beranda  
  Cari  
  Covid-19  
  Link Jajan  
  Booking Hotel  
  Komentar  
  Testimoni  
  TOP  
  Undang Teman  
  FAQ  
  Kami  
  Pemilik Resto  
  Lowongan  

Follow Ayojajan on Twitter

 

Komentar kamu

Bambang Nugroho bilang,
ada tempat namanya Bantul,
makanannya Halal.
Katanya sih, ...Bakmi Mbah "Mo" Yogya
Bagi para penggemar bakmi, kalau lagi ada di Yogya, rasanya nama bakmi Kadin di mBintaran atau juga bakmi Polo di alun–alun lor di depan sebelah kanan keraton, sudah tidak asing lagi. Komentar sementara orang yang pernah atau malah sering mencoba bakmi Kadin: "enak sekali". Namun, tunggu dulu! Jika Anda adalah penggemar bakmi, maka ada pilihan lain untuk jenis makanan ini yang perlu untuk sesekali dicoba. Lokasinya ada di luar kota Yogya, bagian selatan. Namanya bakmi Mbah "Mo" (pakai tanda petik).

Untuk mencapainya memang rada susah, karena warung bakmi Mbah "Mo" ini berada di tengah perkampungan, di Kabupaten Bantul. Jalan paling mudah kalau dari kutho Ngayogyokarto, ikuti jalan Parangtritis terus ke selatan. Saya tidak ingat hingga kilometer ke berapa, nanti akan ketemu dengan perempatan besar dan ramai yang berlampu lalu–lintas, yang kalau lurus menuju Parangtritis, dan kalau belok kanan atau barat akan tembus ke kantor Pemda Bantul (ada rambu–rambunya).

Nah, ikuti jalan yang belok kanan ini, terlihat banyak pedagang kerajinan kulit. Menuju ke arah barat sekitar 1–2 km, di antara areal persawahan, ada jalan beraspal masuk ke kanan atau utara. Ikuti jalan ini hingga sekitar 500 meter akan terlihat gapura besar dan tugu kecil di sisi kanan, jalan masuk ke perkampungan. Masuk pelan–pelan menyusuri jalan kampung pinggir sawah, beberapa puluh meter kemudian masuk gang yang ke kiri sejauh kira–kira 30 meteran, lalu belok kanan. Sampailah di warung bakmi Mbah "Mo".

Yang membuat agak susah adalah karena warung Mbah "Mo" ini bukanya sore hari hingga malam, sementara sepanjang jalan masuknya gelap gulita, maka diperlukan sedikit kejelian untuk mencapainya. Namun jika Anda bisa mencapai perkampungan ini, maka tidak sulit lagi untuk bertanya kepada orang kampung. Layaknya warung di kampung, maka hanya ada rumah dan sekumpulan meja plus bangku, dengan halaman tanah diselingi pepohonan. Di halaman ini Anda bisa memarkir mobil atau sepeda motor di sela–sela pepohonan.

Namun jangan heran, pada saat musim liburan, akan terlihat banyak mobil berplat nomor asing (bukan AB) yang parkir di sini, yang ditinggal penumpangnya nongkrong menikmati bakmi di warung bakmi Mbah "Mo". Lalu apa kehebatannya? Secara lahiriah tidak ada yang istimewa, wong namanya juga warung bakmi di kampung. Namun jangan tanya soal rasa bakminya. Saya berani bertaruh (seandainya taruhan itu tidak dosa), bakmi Kadin dan bakmi Pak Polo, "lewat" jika dibanding bakmi Mbah "Mo".

Saking huenaknya, sampai saya lupa tanya siapa sebenarnya nama lengkap Mbah Mo ini. Seperti halnya bakmi Kadin, maka bakmi Mbah "Mo" yang sekarang adalah penerus dari generasi Mbah Mo, anak–anaknya lah yang meneruskan usaha warung bakmi hingga sekarang ini. Usaha yang dirintis Mbah Mo di kampung (entah sejak kapan), kini semakin berkembang dan disukai pelanggannya.

Sekali waktu Purdie Chandra (bosnya Primagama) mengangkat tema bakmi Mbah "Mo" ini dalam salah satu tulisannya. Maka moncerlah bintangnya bakmi Mbah "Mo" sejak itu. Banyak pengunjung luar kota atau rombongan dari berbagai lembaga atau instansi yang menyempatkan mampir menikmati bakmi Mbah "Mo" kalau malam.

Ketika Mbah Mo masih sugeng, barangkali beliau tidak pernah menyangka kalau warung bakminya yang berada di tengah kampung, kelak akan dikunjungi rombongan–rombongan tamu bermobil yang berdatangan dari tempat–tempat yang jauh. Kini, generasi penerusnya sedang meneruskan dan meniti kesuksesan buah ketekunan orang tuanya. Sekali lagi terpikir oleh saya, pemicu untuk sukses memang bisa bermacam–macam kejadiannya. Namun, kesungguhan, keuletan dan keikhlasan dalam usaha mencari rejeki "secukupnya" khas wong cilik seperti yang ditekuni Mbah Mo, akhirnya toh membuahkan hasil.

Sajian bakminya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bakmi pada umumnya, ada dicampur daging ayam dan telur juga. Namun "taste"–nya seperti yang sudah saya gambarkan di atas, pokoknya tidak kalah nikmatnya dibanding dengan bakmi Kadin dan bakmi Polo. Karena itu, jangan keburu puas setelah menikmati bakmi Kadin, kalau belum mencoba bakmi Mbah "Mo".

Bakmi Mbah "Mo" buka jam 5 sore, tapi jangan ke sana selewat jam 9 malam, seringkali sudah kehabisan. Tinggal sebut mau bakmi goreng atau bakmi rebus. Yang saya sukai adalah bakmi rebus yang dicampur "balungan" (tulang ayam yang masih menyisakan sedikit dagingnya). Dimakan masih agak panas, dikecroti kecap manis dan dikeceri irisan jeruk nipis, lalu disesep–sesep kuahnya. Hmmmm.........

Penasaran? Monggo....., kalau suatu saat ingin mencobanya.
Dikirim pada Selasa, 12 Oktober 2004 17:10:23 komentar yang lain ( 32 )
[komentar kamu]

Rasa : 7.5
Suasana : 7
Pelayanan : 7.25
Kebersihan : 7

Berikan penilaian kamu untuk tempat jajan yang satu ini. 10 = sangat baik, 5=sedang, 1 = sangat buruk.
Rasa
Suasana
Pelayanan
Kebersihan
 
   
Perubahan terakhir: 24/06/20
Hak cipta dipegang oleh Samigun Inc. © 2001-2011. Design by Ytse-Jam